“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya!” (al-Ahzab: 56).

Saat dan Waktu yang Tepat Disunnahkan Membaca Shalawat Nabi

hukum shalawat, wajib, sunnah, arti shalawat, pahala shalawat
Disunnahkan Bershalawat
Pada posting sebelumnya telah dibahas hukum membaca Shalawat Nabi yang bernilai wajib. Kali ini kita akan membahas Saat dan Waktu yang Tepat Disunnahkan Membaca Shalawat Nabi. 

Shalawat atas Nabi Saw. disunnahkan pada waktu-waktu, tempat-tempat, dan keadaan-keadaan tertentu. Hal ini telah dibicarakan panjang lebar oleh Ibn Al-Qayyim di dalam kitab Jalâ 'u al-Afhâm fî Fadhli al-Shalâti wa al-Salâmi 'alâ Muhammad Khayr al-Anâm, Syaikh Islam Quthbuddin al-Haydhari al-Syâfi'i di dalam kitab Al-Liwâ al-Muallim bi Mawâthin al-Shalâh 'alâ al-Nabî Saw., Al-Hâfizh Al-Sakhâwi di dalam kitab Al-Qawl al-Badî', dan Al-Qasthallânî di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ'.


Al-Khâtib di dalam kitab Syarh al-Minhâj, dan yang lainnya, berkata:
"Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga ratus kali."
 
Sementara itu, telah sah riwayat yang bersumber dari Imam Al-Syâfi'i r.a., yang mengatakan bahwa, barang-siapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi oleh cahaya yang ada di antara dua Jumat.

Diriwayatkan pula bahwa barangsiapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi oleh suatu cahaya antara dirinya dan Kabah. Membaca Surah Al-Kahfi di waktu siang lebih diutamakan, dan lebih utama lagi bila ia dibaca sesudah selesai mengerjakan salat subuh, guna menyegerakan berbuat baik sebisa-bisanya.

Hikmah diperintahkannya membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat adalah karena didalam Surah itu Allah menggambarkan suasana Hari Kiamat, sementara hari Jumat mirip dengan Hari Kiamat, karena orang banyak berkumpul untuk melaksanakan shalat bersama-sama; juga karena Hari Kiamat itu terjadi pada hari Jumat, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya.
 
Anjuran supaya memperbanyak pembacaan shalawat pada malam dan hari Jumat itu didasarkan pada hadis yang berbunyi, "Sesungguhnya hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian membaca shalawat atasku, sebab shalawat yang kalian baca itu diperlihatkan kepadaku."

Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya semua amal itu diangkat pada hari Senin dan hari Kamis. Oleh karena itu, aku berhasrat agar amalku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa."

Tentang hadis di atas, Al-Manawi, di dalam kitab Syarh Al-Jamî al-Shghîr; permulaan jilid III, berkata, "Disyariatkan berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw. pada malam Jumat dan malam Senin, sebagaimana yang dikerjakan di masjid Jami' Al-Azhar dan disuarakan dengan suara yang keras." Dikatakan bahwa shalawat atas Nabi Saw. itu sudah mencakup doa di dalamnya. Ibn Marzûq berkata, "Malam Jumat lebih utama dan malam Qadar."

Jamâl kembali menyatakan bahwa disunnahkan membaca Surah Ali 'Imrân atas dasar hadis, "Barangsiapa yang membaca Surah Ali 'Imrân pada hari Jumat, niscaya dosa-dosanya ikut terbenam dengan tenggelamnya matahari pada hari itu." Hikmahnya, kata Jamâl, adalah karena Allah menyebutkan di dalam surah itu penciptaan Nabi Adam, sedangkan Adam diciptakan pada hari Jumat.

Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu disunnahkan untuk membaca shalawat sebagai berikut:

Pertama, sesudah adzan.
Rersabda Rasulullâh Saw. "Apabila kamu mendengar muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya. Sesudah selesai menyambut adzan, maka bershalawatlah kamu untukku."(HR. Muslim).
 
Nabi Saw. bersabda: "Apabila kamu mendengar seorang muadzin, bacalah (sambutlah bacaan adzan itu) seperti yang dibacakan olehnya. Kemudian (sesudah selesai adzan dibacakan), bershalawatlah kamu kepadaku. Sebenarnya barang siapa bershalawat kepadaku dengan suatu shalawat, niscaya Allah bershalawat kepadanya dengan sepuluh kali shalawat. Sesudah itu mohonlah kepada Allah wasilah untukku. Wasilah itu suatu kedudukan yang paling tinggi dalam syurga. Tidak dapat diperoleh, melainkan oleh seorang saja dari hamba-hamba Allah. Aku berharap semoga akulah yang mendapat kedudukan itu. Karena itu barang siapa memohonkan wasilah untukku, wajiblah baginya syafaatku."(HR. Muslim).

Kedua, ketika hendak masuk ke dalam dan keluar masjid.
Bersabda Rasulullah Saw.: "Apabila seseorang kamu masuk ke dalam masjid, maka hendaklah ia membaca "salam" kepadaku (membaca selwat dan salam). Sesudah itu hendaklah ia membaca: Allâhummaftah lî Abwâba Rahmatika (Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku segala pintu rahmatmu). Dan apabila ia hendak keluar, hendaklah ia membaca (sesudah bershalawat): Allâhumma Innî As aluka min Fadhlika. (Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu limpahan rahmat-Mu)." (HR. Abû Dâud).

Ketiga, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya.
Berkata para ulama: "Disukai kita membaca di antara takbir-takbir sembahyang hari-raya: "Saya akui kesucian Allah, segala puji dan sanjung kepunyaan Allah juga. Tak ada Tuhan yang seebenarnya berhak disembah, melainkan Allah senndiri-Nya dan Allah itu Maha Besar. Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya, Ya Allah, Wahai Tuhanku, ampuniah akan aku dan beri rahmatlah kepadaku."

Keempat, di permulaan doa dan di akhirnya.
Bersabda Rasulullah Saw: 'Bahwasannya doa itu berhenti antara langit dan bumi, tiada naik, barang sedikit juga daripadanya sehingga engkau bershalawat kepada Nabi engkau." (HR. Al-Turmudzî).
 
Fadlalah Ibn 'Ubadi berkata: "Bahwasanya Rasulullah Saw. mendengar seorang laki-laki langsung berdoa dalam shalat (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca tasyahhud), sebelum ia bershalawat. Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di sisinya: Orang ini telah tergesa-gesa. Sesudah orang itu selesai shalat, Nabi pun memanggil lalu mengatakan kepadanya: Apabila bersembahyang seseorang kamu dan hendak berdoa di dalamnya, hendaklah ia memulai doanya dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi sesudah bershalawat, barulah mendoa memohon sesuatu yang dihajati." (HR. Abû Dâud dan Al-Nasâ'i).
 
Telah mufakat semua ulama bahwa amat disukai memulai doa dengan memuji Allah (membaca Alhamdulillah). Di dalam sembahyang, maka tasyahud adalah menggantikan kalimah puji (hamdalah). Sesudah memuji Tuhan bershalawat. Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan shalawat dan memuji Allah.

Kelima,
ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga.
Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda: "Tiap-tiap urusan penting yang berarti dan berharga yang tidak dimulai dengan hamdalah dan shalawat, maka urusan itu hilang berkahnya."(HR. Al-Rahawî).

Pengarang Syarah Dalâ'il, --menukil pernyataan yang diberikan oleh Qâdhi 'Iyâdh di dalam kitabnya Al-Syifâ'--mengatakan bahwa maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk bertabaruk (memohon berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw., "Setiap perbuatan penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah dan bershalawat kepadaku niscaya kurang sempurna."

Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi: "Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)-Mu." (QS Al-Insyirah:4).
Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang sahabat, yakni Abû Sad r.a., bahwa makna ayat tersebut adalah, "Tidaklah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula bersama-Ku."
 
Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw., sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam adalah dengan perantara dan melalui Rasulullah Saw.
 
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, "Belumlah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia."
Memelihara perintah Allah SWT yang dituangkannya di dalam firman-Nya yang berbunyi: "Hai orang-orang yang Beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

Keenam
, di akhir qunut.
Diriwayatkan oleh Al-Nasâ'i, bahwa disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat. Tegasnya, disukai supaya kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:"Dan mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat-Nya atas Muhammad."

Ketujuh, di malam dan hari Jumat.
Bersabda Rasulullah Saw.: "Banyakkanlah olehmu membaca shalawat di malam hari Jumat dan siangnya karena shalawat itu dikemukakan kepadaku." (HR. Al-Thabrânî).
 
Dan sabdanya pula, "Banyakkanlah olehmu shalawat kepada-ku, karena shalawaatmu itu akan menjadi cahaya bagimu pada hari kiamat." 
(HR Al-Thrmudzî dan Abû Dâud).
 
Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya Mukhtashar fi Ma'ânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu al-Shalâh 'alâ al-Nabi, menceritakan 'Umar bin 'Abdul 'Azîz r.a. pernah menulis, "sebarkanlah ilmu pada hari Jumat, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Perbanyaklah pula kalian membaca shalawat atas Nabi Saw. pada hari jumat.
 
Sementara Imam Al-Syâfi'i r.a. Berkata, "Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.

Kedelapan, di dalam khutbah.
Menurut madzhab Al-Syâfi'i, para khatib wajib membaca shalawat untuk Nabi Saw. pada permulaan khutbah, sesudah membaca tahmid. Ibnu Katsîr berkata: "demikianlah madzhab Al-Syâfi'i dan Ahmad."

Kesembilan, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.
Bersabda Nabi Saw."Tidak ada seorangpun di antara kamu yang memberikan salamnya kepadaku yakni di sisi kuburku, melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk menjawab salamnya itu." (HR. Abû Dâud).

Kesepuluh, sesudah bertalbiyah.
Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim, "Memang disuruh seseorang membaca shalawat kepada nabi apabila dia telah selesai membaca talbiyahnya dalam segala keadaan." (HR. Al-Syâfi'i dan Al-Dâruquthnî).

Kesebelas, ketika telinga mendenging.
Bersabda Rasulullah Saw, "Apabila mendenging telinga salah seorang di antaramu, maka hedaklah la mengingat dan bershalawat kepadaku." 

(HR. Ibn Al-Sunî).

Kedua belas, tiap-tiap mengadakan majlis.
Bersabda Ralulullah Saw, "Tidak duduk sesuatu kaum di dalam sesuatu majlis, sedang mereka tidak menyebut akan Allah dan tidak bershalawat kepada Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah maka jika Allah menghendaki niscaya Allah akan mengazab mereka dan jika Allah menghendaki, niscaya akan mengampuni mereka." (HR. Al-Thrmudzî Abû Dâud).

Ketiga belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan.
Diberitakan oleh Ubay Ibn Ka'ab, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya: "Ya Rasulallah, bagaimana pendapat engkau sekiranya saya jadikan shalawat saya untuk engkau semua? Rasulullah Saw. menjawab, "Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau."(HR. Ahmad).

Keempat belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang.
Bersabda Rasululullah Saw, "Barangsiapa bershalawat kepadaku waktu pagi sepuluh kali waktu petang sepuluh kali, maka ia akan mendapat syafa'atku di hari kiamat." (HR. Al-Thabarî).

Kelima belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan taulan.
Besabda Rasulullah Saw, "Tidak ada dua orang hamba yang berkasih-kasihan karena Allah, apabila berjumpa salah seorang dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi Saw., melainkan Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik yang telah lalu maupun yang akan datang." (HR Ibn Al-Sunnî).

Keenam belas
. ketika orang menyebut nama Rasulullah Saw.
"Orang yang kikir ialah orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut namaku di sisinya." (HR. Ahmad).

Inilah tempat atau waktu yang disunnahkan supaya kita bershalawat kepada Nabi, ketika kita berada pada tempat, waktu atau keadaan itu. Maka marilah bershalawat kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-keadaan tertentu dengan sebaik-baiknya.

Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah Rasulullah Saw, "Tidak beriman salah seorang kamu, sehingga ia mencintai aku lebih daripada anaknya, ayahnya dan manusia semua." 
(HR. Al-Bukhârî, Muslim, dan Ahmad).

"Diriwayatkan bahwasanya 'Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih kucintai dari segala sesuatu, kecuali kecintaanku terhadap diriku. Menjawab Nabi: Ya 'Umar engkau belum lagi mencintai aku sebelum engkau melebihkan cintamu itu daripada kepada dirimu sendiri. Mendengar itu 'Umarpun berkata: Demi Allah, Engkau ya Muhammad, lebih aku cintai daripada diriku sendiri! Nabi menjawab: barulah sekarang engkau mencintai aku hai 'Umar." (HR. Ahmad, Bukhârî, dan Muslim).
 
Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw. itu, ialah memperbanyak shalawat kepadanya. Dan marilah kita bershalawat kepada Nabi dengan khusyu, ikhlas dan terlepas dari riya. Dirangkum dari berbagai sumber.


Tags yang terkait dengan hukum membaca shalawat: bacaan shalawat, shalawat nabi, membaca shalawat nabi, shalawat nabi shallallahu, hadits shalawat, keutamaan membaca sholawat, hadis tentang shalawat, fadhilah membaca sholawat.